Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid Sebagai Presiden Ke 4 : Pribumisasi, Dekonsentrasi TNI Dan Polri
K.H Abdurrahman Wahid terpilih menjadi presiden RI ke-4 setelah menang dalam Pemilu Oktober 1999. Ia terpilih setelah mengalahkan Megawati lewat pemungutan suara (voting) yang tertutup dan rahasia, dari 692 anggota MPR yang mengikuti suara dalam pemilihan presiden tersebut, K.H Abdurrahman Wahid memperoleh 373 suara sedangkan megawati memperoleh 313 suara. K.H Abdurrahman Wahid yang menang dalam voting tersebut akhirnya menjadi presiden sedangkan Megawati menjadi wakil presiden.
Setelah menjadi presiden K.H Abdurrahman Wahid membentuk cabinet yang disebut Persatuan Nasional, ini adalah cabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik antara lain PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN dan Partai Keadilan (PK), non partisipan dan juga TNI juga ada dalam cabinet tersebut. Dalam menyusun Kabinet Persatuan Nasional, agaknya pertimbangan kompromi politik lebih tinggi ketimbang pertimbangan professional. Cabinet ini lahir di era krisis yang multi dimensi. Tugas itu ditambah pula untuk memenuhi harapan masyarakat mencapai Indonesia baru yang tertib, efisien, demokratis. Cabinet ini juga diharapkan menjadi cabinet pertama dalam membangun tradisi pemerintahan yang besih dan efektif.
Periode singkat Gus Dur sebagai Presiden RI menggambarkan betapa besar tantang yang dihadapinya saat memangku jabatan sebagai presiden. Persoalan negara yang tindak kunjung selesai serta berbagai kritikan yang tidak ada hentinya seakan terus mendesaknya untuk melepaskan jabatannya sebagai presiden. Namun dibalik itu Gus Dur tetap dapat menjalankan perannya walaupun selalu mendapatkan kritik pedas. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, penulis menemukan ada beberapa kebijakan yang diambil oleh Gus Dur saat menjabat sebagai presiden yang sampaknya dpat dilihat sampai saat ini, yakni:
a. Pribumisasi
Etnis tionghoa memang dikenal sebagai kaum minoritas dan sering kali termarginalkan bahkan seringkali mengalami ketertindasan. Awal ketertindasan etnis Tionghoa dimulai sejak Belanda mengeluarkan peraturan pada tahun 1800-an yang berisi larangan kelompok keturunan tionghoa masuk agama islam dan larangan bagi kelompok pribumi menikah dengan kelompok Tionghoa. Belanda tampaknya takut melihat Tionghoa dan Muslim bersatu. Peraturan ini memiliki dampak pada kehidupan masyarakat Nusantara dalam memandang keturunan Tionghoa. Kelompok tionghoa menjadi kelompok yang terpinggirkan, dikucilkan dan dibenci oleh kelompok masyarakat yang lain karena berhubungan dengan mereka berarti malapetaka yang datang dari pemerintahan colonial belanda.
b. Dekonsentrasi TNI dan POLRI
Polri dan TNI sebagai penjaga keamanan negara merupakan sub system dari sebuah system ketatanegaraan Indoneisa, pada awalnya TNI dan POLRI merupakan dua sub system yang terpisah yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri. TNI yang berfungsi sebagai alat pemerintah dalam pertahanan negara sedangkan POLRI merupakan alat pemerintahan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Terbaru
Terlama
Terbaik